- oleh AlFahri
- 30 Januari 2025
Susana tegang saat mediasi antara warga dan pihak Balangan coal. (tk/alf)
Balangan. Tiraikota.com - Lagi dan lagi, sengketa kepemilikan lahan antara warga dan perusahaan pertambang masih saja terjadi di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Kali ini Syaiful Anwar, warga Desa Hukai, Kecamatan Juai, memperjuangkan haknya atas sebidang tanah yang kini dikelola oleh Balangan Coal.
Bertahun-tahun sudah sengketa ini telah berlangsung. Syaiful bersikeras bahwa lahan tersebut merupakan hibah dari kakaknya dan meyakini masih menjadi miliknya secara sah. Namun, lahan yang terletak di Desa Hukai, telah berubah fungsi menjadi jalan hauling untuk operasional pertambangan. Menurutnya lahan ini digunakan oleh Balangan Coal tanpa adanya proses ganti rugi atau transaksi jual beli yang melibatkan dirinya.
Tak tanggung-tanggung, sejak 2022, Syaiful telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan haknya. Namun, perjuangan Syaiful selalu saja menemui jalan buntu.
Senin (10/3/2025), polemik ini memasuki babak baru ketika Syaiful, didampingi kuasa hukumnya dari Restoratif Justice Law Office, yakni Nikolaus SH dan Heny Maria Olfah SH, menyambangi office DKP a5 Desa Murung Ilung, untuk bertemu dengan pihak Balangan Coal.
Kedatangan Syaiful dan tim pengacaranya ini merupakan buntut atas insiden sebelumnya, dimana ia tidak diizinkan memasuki lahan yang diklaim sebagai miliknya.
"Aneh sekali, bagaimana mungkin saya tidak boleh masuk ke lahan milik saya sendiri?," ujar Syaiful.
Syaiful dan tim kuasa hukumnya dipertemukan dengan perwakilan dari pihak Balangan coal pada proses mediasi ini. Satu demi satu pertanyaan dilontarkan Syaiful dan kuasa hukumnya untuk menuntut kejelasan status kepemilikan tanah tersebut.
Tidak bermodalkan tangan kosong, Syaiful membawa sejumlah dokumen, termasuk surat keterangan dari pihak desa yang menyatakan tidak adanya transaksi jual beli atas lahan tersebut.
"Saya memiliki surat-surat yang membuktikan bahwa tanah tersebut sampai saat ini masih milik saya. Jika ada yang menjualnya tanpa sepengetahuan saya, tolong jelaskan. Jika tidak, saya ingin tanah itu dikembalikan atau dibebaskan," tegas Syaiful.
Senada dengan Syaiful, Kuasa hukumnya, Nikolaus SH, juga mempertanyakan dasar hukum apa yang digunakan Balangan Coal untuk mengambil alih lahan tersebut.
"Klien saya memiliki bukti kepemilikan yang sah, termasuk surat keterangan dari desa yang menyatakan tidak ada transaksi jual beli. Kami memohon kejelasannya dari pihak perusahaan kalau perlu perlihatkan kepada kami dasar apa yang membuat pihak perusahaan berani beraktivitas di lahan yang masih sengketa," tegas Nikolaus.
Menanggapi hal tersebut, Nico Seniar, CSR dan CR Department Head Balangan Coal, menjelaskan bahwa pihaknya tidak dapat memberikan keputusan langsung, atau memberikan kebijakan atas permasalahan ini secara langsung.
"Apa yang disampaikan oleh Syaiful dan tim pengacaranya akan kami sampaikan ke manajemen. Kami berharap ini bisa segera diselesaikan," ujar Nico Seniar.
Nico menegaskan bahwa perusahaan tidak akan beroperasi di lahan yang status kepemilikannya belum jelas.
"Kami tidak akan berani mengeksplorasi lahan yang belum dibebaskan atau dibeli secara sah. Setelah mengantongi surat menyurat atas lahan tersebut termasuk kepastian hukumnya, baru kami akan beroperasi," jelasnya.
Meski demikian, Nico juga mempersilahkan untuk menempuh jalur hukum jika pihak Syaiful merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan.
"Kami menghormati proses hukum jika ada pihak yang merasa dirugikan," tambahnya.
Sengketa ini telah menjadi sorotan publik, mengingat konflik lahan antara warga dan perusahaan tambang kerap terjadi di daerah yang kaya sumber daya alam seperti di Kabupaten Balangan. Masyarakat setempat berharap ada penyelesaian yang adil dan transparan, mengingat dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. (tk/alf)